PRODUK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN
Materi 3 : Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
A. Tujuan
Kegiatan Pembelajaran
Setelah selesai mempelajari modul ini siswa diharapkan:
1. Pengertian HAKI
2. Sejarah Perkembangan HAKI di
Indonesia
3. Prinsip HAKI
4. Manfaat HAKI
5. Macam-macam HAKI
6. Dasar Hukum HAKI di Indonesia
B. Uraian
Materi
1. Pengertian HAKI
Istilah HaKI atau Hak atas
Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right
(IPR), sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan
WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian
Intellectual Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai hak atas kekayaan
yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan
hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right).
HaKI atau Hak atas Kekayaan
Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan
kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Pada intinya HaKI
adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.
Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia.
Setiap hak yang digolongkan ke
dalam HaKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu
diperlukan tujuan penerapan HaKI. Tujuan dari penerapan HaKI yang Pertama,
antisipasi kemungkinan melanggar HaKI milik pihak lain, Kedua meningkatkan daya
kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual, Ketiga
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian,
usaha dan industri di Indonesia.
Lalu bagaimana apabila karya
kita atau milik orang lain tidak dilindungi? Sudah pasti dipastikan akan
terkena pembajakan. Sebegai contoh untuk di dunia pendidikan saat ini marak
adanya pembajakan buku. Pembajakan buku ini makin marak terjadi di masyarakat,
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pembajakan buku, salah satunya adalah
kurangnya penegakan hukum, ketidaktahuan masyarakat terhadap perlindungan hak
cipta buku, dan kondisi ekonomi masyarakat.
Sudah banyak pelaku terjaring
oleh aparat, dan masih banyak pula yang masih berkeliaran dan tumbuh, seiring
tingginya permintaan oleh masyarakat. Untuk itu butuh kesadaran dari masyarakat
untuk mengetahui HaKI agar karyanya tidak diambil oleh orang lain. Berikut ini
terdapat macam-macam HaKI.
2. Sejarah Perkembangan HAKI di
Indonesia
Secara historis, peraturan
perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840.
Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai
perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan
UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun
1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah
menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak
tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan
anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works
sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan
1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan
pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan
Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia
(sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
Pada tahun 1953 Menteri
Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan
nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri
Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan
Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang
mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961
Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961
mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi
masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
Tanggal 10 Mei 1979 Indonesia
meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial
Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun
1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena
Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu
Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982
Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan
UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan
untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di
bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan
kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut
sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986
Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan
No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres
adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan
peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di
kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
Tanggal 19 September 1987
Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12
Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Tahun 1988 berdasarkan
Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak
Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas
Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di
lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen
Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989
Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan
menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU
Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
Tanggal 28 Agustus 1992
Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai
berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
Pada tanggal 15 April 1994
Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay
Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
Tahun 1997 Pemerintah RI
merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak
Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
Akhir tahun 2000, disahkan tiga
UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Untuk menyelaraskan dengan
Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU
No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di
bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun
sejak di undangkannya.
Pada tahun 2000 pula disahkan
UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku
efektif sejak tahun 2004.
3. Prinsip HAKI
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah
sebagai berikut:
a. Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan
kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang
akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.
b. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik
suatu hasil dari kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam
penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
c. Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan,
sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan
keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
d. Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara,
sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu
kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
4. Manfaat HAKI
a. Bagi dunia usaha, adanya
perlindungan terhadap penyalahgunaan atau pemalsuan karya intelektual yang
dimilikinya oleh pihak lain di dalam negeri maupun di luar negeri. Perusahaan
yang telah dibangun mendapat citra yang positif dalam persaingan apabila
memiliki perlindungan hukum di bidang HKI.
b. Bagi inventor dapat menjamin
kepastian hukum baik individu maupun kelompok serta terhindar dari kerugian
akibat pemalsuan dan perbuatan curang pihak lain.
c. Bagi pemerintah, adanya citra
positif pemerintah yang menerapkan HKI di tingkat WTO. Selain itu adanya
penerimaan devisa yang diperoleh dari pendaftaran HKI.
d. Adanya kepastian hukum bagi
pemegang hak dalam melakukan usahanya tanpa gangguan dari pihak lain.
e. Pemegang hak dapat melakukan
upaya hukum baik perdata maupun pidana bila terjadi pelanggaran/peniruan.
f. Pemegang
hak dapat memberikan izin atau lisensi kepada pihak lain.
Gambar 3.1 Macam Hak Atas
Kekayaan Intelektual
5. Macam-macam HAKI
a. Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus
bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan
yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Hak cipta diberikan terhadap
ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan
kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta,
yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau
keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
b. Hak Kekayaan Industri, yang
Meliputi:
1) Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Paten hanya diberikan negara
kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi.
Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di
bidang teknologi yang berupa : Proses, hasil produksi, penyempurnaan dan
pengembangan proses, penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
2) Merek
Berdasarkan Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa.
Jadi merek merupakan tanda yang
digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang
lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi
produsen dan konsumen.
Terdapat beberapa istilah merek
yang biasa digunakan, yang pertama merek dagang adalah merek yang digunakan
pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis
lainnya.
Merek jasa yaitu merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
Merek kolektif adalah merek
yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Hak atas merek adalah hak
khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar
Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk menggunakannya.
3) Desain
Industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Desain Industri, bahwa desain industri
adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau
warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga
dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan
dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan
suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
4) Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu
Berdasarkan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu bahwa,
Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang
di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut
adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta
dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan
untuk menghasilkan fungsi elektronik.
5) Rahasia
Dagang
Menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang bahwa, Rahasia Dagang adalah informasi yang
tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai
ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik Rahasia Dagang.
6) Indikasi
Geografis
Berdasarkan Undang-Undang No.
15 Tahun 2001 Pasal 56 Ayat 1 Tentang Merek bahwa, Indikasi-geografis
dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang
karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu
pada barang yang dihasilkan.
7) Folklore
Yang dimaksud dengan “Folklore”
dan “Traditional Knowledge” adalah suatu karya intelektual yang terdapat di
dalam masyarakat tradisional secara turun temurun dan apabila tidak
dipertahankan dikhawatirkan akan punah dan apabila itu terjadi akan merupakan
kerugian bagi khasanah pengetahuan manusia pada umumnya, atau dikhawatirkan akan
dimanfaatkan secara tidak sah dan tidak adil oleh pihak-pihak di luar
pemiliknya.
Folklor mencerminkan kebudayaan
manusia yang diekspresikan melalui musik, tarian, drama seni, kerajinan tangan,
seni pahat, seni lukis, karya sastra dan sarana lain untuk mengekspresikan
kreativitas yang umumnya memerlukan sedikit ketergantungan pada teknologi
tinggi.
Undang-undang Nomor 19 tahun
2002 tentang Hak Cipta tidak secara penuh mengakomodasikan dan melindungi
folklor penduduk asli. Ketentuan mengenai perlindungan bagi folklor penduduk
asli dalam Undang-undang Hak Cipta memiliki kekurangan, karena undang-undang
Hak Cipta menentukan syarat-syarat mengenai kepemilikan dan penciptanya, bentuk
utama, keaslian, durasi dan hak-hak dalam karya derivatif (hak-hak pengalihwujudan).
Oleh karenanya batasanbatasan Hak Cipta sebagai bidang HKI masih belum
menempatkan folklor asli untuk memenuhi syarat elemen bagi perlindungan Hak
Cipta.
Pasal 10 undang-undang Hak
Cipta mementukan bahwa Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan
prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya; dan Negara memegang Hak
Cipta atas Folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi miliki bersama,
seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.
Untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaan tersebut, orang yang bukan Warga Negara Indonesia harus
lebih dahulu mendapat izin dari instansi terkait dalam masalah tersebut.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana
dimaksud di atas, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
6. Dasar Hukum HAKI di Indonesia
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
a. Undang-undang Nomor 7/1994
tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
b. Undang-undang Nomor 10/1995
tentang Kepabeanan
c. Undang-undang Nomor 12/1997
tentang Hak Cipta
d. Undang-undang Nomor 14/1997
tentang Merek
e. Undang-undang Nomor 13/1997
tentang Hak Paten
f. Keputusan
Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection
of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual
Property Organization
g. Keputusan Presiden RI No.
17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
h. Keputusan Presiden RI No.
18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and
Artistic Works
i. Keputusan
Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
j. Berdasarkan
peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat
dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas
pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh
dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini
merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan
Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
Hal-Hal Yang Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Cipta
Yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, dengan syarat
sumbernya harus disebut atau dicantumkan, adalah :
a. Penggunaan ciptaan pihak lain
untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta;
b. Pengambilan ciptaan pihak lain
baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan pembelaan didalam dan diluar
pengadilan;
c. Pengambilan ciptaan pihak lain
baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan :
d. Ceramah yang semata-mata untuk
tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
e. Pertunjukan atau pementasan
yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang
wajar bagi pencipta;
f. Perbanyakan
suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna
keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
g. Perbanyakan suatu ciptaan
selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapaun atau
proses yang serupa dengan perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau
pendidikan dan pusat dokumentasi yang non komersial, semata-mata untuk
keperluan aktivitasnya;
h. Perubahan yang dilakukan atas
karya arsitektur seperti ciptaan bangunan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan
teknis;
i. Pembuatan salinan cadangan
suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilkukan semata-mata
untuk digunakan sendiri.
C. Petunjuk
Praktikum
1. Judul
: Hak Atas Kekayaan Intelektual
2. Tugas
Masalah
a. Memahami
akan pentingnya Hak Atas Kekayaan Intelektual
b. Menganlisis
kelalaian Hak Atas Kekayaan Intelektual
3. Prinsip
Teori
a. Hukum
mengatur beberapa macam kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu
badan hukum.
Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak
milik, yaitu :
1) Benda
bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan
telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;
2) Benda
tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik.
3) Benda
tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.
b. Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak
berwujud. Berbeda dengan hak-hak kelompok pertama dan kedua yang sifatnya
berwujud, Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi,
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebaginya yang
tidak mempunyai bentuk tertentu.
c. Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta
intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa
Inggris intellectual property right. Kata “intelektual” tercermin
bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau
produk pemikiran manusia (the creations of the human mind) (WIPO, 1988:3).
d. Ruang
Lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang memerlukan perlindungan hukum
secara internasional yaitu :
1) Hak
cipta dan hak-hak berkaitan dengan hak cipta.
2) Merek.
3) Indikasi
geografis.
4) Rancangan
industry.
5) Paten.
6) Desain
layout dari lingkaran elektronik terpadu.
7) Perlindungan
terhadap rahasia dagang (undisclosed information).
8) Pengendalian
praktek-praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.
e. Pembagian lainnya yang
dilakukan oleh para ahli adalah dengan mengelompokkan Hak Atas Kekayaan
Intelektual sebagai induknya yang memiliki dua cabang besar yaitu :
1) Hak milik
perindustrian/hak atas kekayaan perindustrian (industrial property right);
2) Hak cipta
(copyright) beserta hak-hak berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights).
4. Kegiatan
Praktikum : Studi Kasus HAKI
a. Bentuklah
kelompok diskusi beranggotakan 5 siswa.
b. Cari
permasalahan sengketa atas HAKI yang terjadi di Indonesia.
c. Analisis
kasus tersebut dengan menggunakan dasar hukum yang ada.
5. Diskusi
: setiap kelompok memaparkan hasil analisis studi kasus sengketa Hak Atas
Kekayaan Intelektual.
6. Diakhir
praktikum dilakukan test.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar